(Oktober 1965) – Apa yang Terjadi di Indonesia?

(3) *APA YANG TERJADI DI INDONESIA, Oktober 1965 ?

Surat Prof Dr Ben Anderson dan Prof. Dr. Ruth McVey* <9 Februari 1978>

Ini adalah bagian terakhir surat Ben Anderson dan Ruth McVey, pakar Indonesianis berbangsa Amerika yang ditujukan kepada New York Times Book Review. Isinya mengkritisi tanggapan pakar lainnya bernama Francis Galbraith yang secara sederhana menarik kesimpulan gampang-gampangan mengenai apa yang terjadi di Indonesia, pada tanggal 1 Oktober 1965. Ben dan Ruth malah menunjukkan fakta-fakta bahwa analisis CIA lebih patut diperhatikan, karena mengandung fakta-fakta yang banyak orang kurang memperhatikannya.

Dalam bagian terakhir dari surat Ben dan Ruth, mereka minta perhatian pada kenyataan, bahwa apa yang terjadi di Indonesia sesudah 1 Oktober 1965, setelah dibunuhnya 6 jendral dan seorang perwira menengah, — adalah p e m b a n t a i a n  m a s a l, pembunuhan besar-besaran yang tidak ada taranya dalam sejarah Indonesia. Tetapi yang oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini seperti terlupakan saja. Tak ada yang dimintai pertanggungan-jawabnya mengapa ratusan ribu, bahkan lebih satu juga manusia Indonesia yang tak bersalah, telah dibunuh, tanpa proses pengadilan apapun.

Sungguh sulit dimengerti, bahwa begitu lama dunia politik, kalangan ilmuwan, khususnya ilmu sejarah di Indonesia bisa bungkam begitu lama mengenai masalah tsb. Kalau ada sesuatu yang teramat serius yang merupakan problim besar dalam hati nurani dan bawah-sadar bangsa ini setelah 60 tahun hidup sebagai bangsa merdeka, ialah k e b u n g k a m a n n y a terhadap pelanggaran HAM terbesar yang terjadi pada dirinya sendiri.

Surat Ben dan Ruth itu ditulis 27 tahun yang lalu. Problim-problim dan analisis yang mereka ajukan masih tetap relevan. Masih tetap saja belum terjawab. Ada berita gembira bahwa baru-baru ini dinyatakan oleh kalangan yang bersangkutan mengenai arsip negara, bahwa mereka akan mengadakan penelitian dan pelaca-kan, dimana surat asli yang terkenal dengan nama SUPERSEMAR itu ? Namun, yang lebih penting lagi ialah berusaha mencari kebenaran, mengadakan penelitian dan studi yang mendalam oleh yang bertanggung-jawab, oleh pemerintah, mengenai masalah ini: APA YANG TERJADI DI INDONESIA pada 1 OKTOBER 1965.

Demi penulisan sejarah bangsa ini, untuk menjadi pelajaran di masa depan, khususnya bagi generasi baru kita: Adalah tanggung jawaba seluruh masyarakat, terutama penguasa, pemerintah dalam usaha mencari jawaban terhadap masalah tsb; sampai dimana penguasa, aparat, terlibat dan bertanggungjawab atas pelanggaran HAM demikian kolosalnya pada tahun-tahun 1965, 1966 dan 1967?

Dalam kenyataannya, problim utama Suharto pada tanggal 1 Oktober bukanlah grup yang melakukan kup itu, tetapi Presiden Sukarno., yang menolak klaim Suharto untuk menjadi pemimpin tentara dan sebaliknya mengajukan Pranoto yang lebih dipersacaya – seorang saingan lama Suharto.

Namun akhirnya, — setelah mengepung pangkalan udara dimana Sukarno berlindung, dan setelah ia memberikan hakikatnya suatu ultimatum kepada Presiden Sukarno – Suharto memperoleh apa yang dikehendakinya. Apakah perha-tian CIA terhadap semua ini? Barangkali hanya menyerupai suatu keprihatinan historiographis yang keilmiah-ilmiahan. Atau barangkali Lembaga itu (CIA), memiliki koneksi yang lebih erat terbanding pada apa yang disimpulkan oleh analisisnya sebagai yang dikatakan “mungkin terbukti merupakan salah satu peristiwa terpenting pada periode pasca [Perang Dunia II]. Dampak (repercusions) politik dari kup tsb tidak hanya telah mengubah seluruh arah sejarah Indonesia tetapi ia merupakan efek mendalam terhadap cakrawala(scene) politik dunia, khsususnya yang menyangkut Asia Tenggara” (halaman 70).

Memang, bagi CIA, tampaknya hal itu punya nilai tanpa suatu risiko kecil untuk mengakhiri “menggelundungnya dengan lancar ke Kiri” satu bangsa yang kelima besarnya didunia, khususnya pada saat dimana Amerika Serikat sedang sibuk melakukan perlawanan terhadap kemajuan menyeluruh kaum Komunis di Vietnam.

Bila memang begitu, Lembaga itu (CIA) rendah hati sekali mengenai apa yang dicapainya. Tetapi hal itu mungkin bisa dimengerti, karena move itu tidak hanya melibatkan enam orang jendral, tetapi, melibatkan suatu pogrom (pengejaran) yang menyertainya, yang merupaikan salah satu dari pembantaian terbesar dalam zaman kita.

Sebagaimana disimpulkan oleh analisa CIA: Dalm hal jumlah yang telah dibunuh, pembantaian anti-PKI di Indonesia merupakan salah satu dari pembunuhan masal yang paling buruk pada abad keduapuluh, sama seperti pembersihan yang dilakukan Sovyet dalam tahun 1930-an, pembunuhan masal Nazi selama Perang Dunia II, dan pertumpahan darah Maois pada permulaan tahun 1950-an.

Pada tanggapan kedua, kup Indonesia itu pasti merupakan salah satu dari peristiwa yang paling penting di abad keduapuluh, jauh lebih penting terbanding peristiwa-peristiwa lainnya yang telah memperoleh banyak publisitas. [halaman 71, nota].

Benedict Anderson

Profesor of Government

Cornel University, Ithaca, New York

Ruth McVey – Reader in Politics, School of Oriental and African Studies, London, England.

***

 Wirantaprawira.De

Tinggalkan Balasan