Begini Jejak Kasus Dana Hibah Kemenpora Jerat Imam Nahrawi

JAKARTA-Perjalanan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pemberian dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) telah sampai pada penetapan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi sebagai tersangka.

Dalam jumpa pers petang ini, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan Imam (IMR) diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora.

Sebelum Imam Nahrawai, KPK telah menjerat lima orang tersangka kasus dana hibah ini. Mereka adalah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dua staf Kemenpora yakni Adhi Purnomo dan Eko Triyanto, serta Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana.

Ending dan Johnny telah divonis bersalah oleh majelis hakim tipikor. Ending selaku Sekjen KONI dihukum 2 tahun delapan bulan penjara, sementara Johnny sebagai Bendahara Umum KONI divonis penjara 1 tahun delapan bulan.

Selain itu, Adhi Purnomo, Eko Triyanto, dan Mulyana baru saja menerima vonis majelis hakim persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 September 2019.

OTT KPK

Kasus rasuah ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2018 lalu. Hampir tengah malam Rabu, 18 Desember 2018, tim dari lembaga antirasuah mencokok sembilan orang.

Lima orang di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka. KPK pada hari yang sama juga menyegel tiga ruangan di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Kronologi penangkapan malam itu, petugas KPK menjemput para ‘target’ di kantor Kemenpora RI berbekal informasi masyarakat. Mereka adalah staf Kemenpora Eko Triyanto dan Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora Adhi Purnomo pada pukul 19.10 WIB di ruang kerja mereka.

Eko dan Adhi saat itu diduga menerima pemberian sekitar Rp300 juta dari pejabat KONI terkait dana hibah organisasi tersebut.

Pada hari yang sama, penyidik KPK bergerak ke kawasan Roxy, Jakarta Barat untuk menahan Ending Fuad Hamidi beserta sopirnya. Mereka ditangkap pada pukul 19.45 WIB.

Masih di hari yang sama, giliran Jhonny E Awuy yang ditangkap KPK. Jhonny dan sejumlah pegawai KONI turut diamankan pada pukul 23.00 WIB di kediaman masing-masing.

Selanjutnya pada Rabu (19/12) pagi, penyidik KPK mencokok satu pegawai KONI di kantornya.

Dari serangkaian penggeledahan dan penjemputan tersebut, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp318 juta, buku tabungan berisi Rp100 juta, uang tunai dalam bingkisan plastik senilai Rp7 miliar, serta satu unit mobil Chevrolet Captiva.

Sesaat setelah operasi OTT kala itu, Menpora Imam Nahrawi menggelar konferensi pers dan mengklaim dirinya terpukul dengan korupsi yang membelit kementeriannya.

“Pertama, sungguh, saya dan tentu kami semua, prihatin, terkejut, kecewa atas kejadian yang menimpa semalam deputi IV dan staf kedeputian,” kata Imam, 19 Desember 2018.


Inisial M di Sidang Tipikor

Pada 24 Januari 2019, Imam Nahrawi kemudian dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan.

Kepada penyidik KPK, Imam mengkaim memberikan penjelasan mengenai prosedur pengajuan proposal dana hibah tersebut. Kala itu, Imam diperiksa penyidik KPK kurang lebih lima jam.

Kasus dugaan korupsi ini lantas mulai memasuki persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam salah satu kesaksian nama Imam Nahrawi mulai muncul.

Pernyataan itu diungkap saat kesaksian Sekretaris Bidang Perencanaan Anggaran KONI, Suradi. Ia mengaku pernah diminta Ending Fuad Hamidiy untuk membuat daftar uang yang diberikan ke para pejabat di Kemenpora.

Salah satu pejabat berinisial M menurut kesaksian tersebut mendapat jatah Rp1,5 miliar. Suradi lantas menerangkan inisial M itu adalah Menpora.

Tapi saat dikonfirmasi, Imam Nahrawi membantah.

“Saya juga tidak tahu siapa yang membuat inisial-inisial itu dan termasuk yang menafsirkan inisial tersebut. Saya pastikan saya tidak terlibat dan tidak tahu-menahu,” kata Nahrawi di Kantor Kemenpora, 22 Maret 2019.

Imam juga pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dana hibah KONI dengan terdakwa Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 29 April 2019. Ia juga menjadi saksi dalam sidang pada 4 Juli 2019 dengan terdakwa Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanta.

Dalam sidang pada 4 Juli lalu, jaksa mencecar Imam terkait penggelembungan dana untuk KONI dari yang diatur standar Rp7 miliar malah bengkak jadi Rp47 miliar.

Jaksa menyatakan Permen Nomor 10 Tahun 2018 terkait juknis mengatur besaran bantuan fasilitas yang diberikan ke KONI, KOI, dan induk cabang olahraga dibatasi hanya mendapat anggaran Rp7 miliar dalam satu paket kegiatan.

Juknis tersebut dibuat Deputi IV Kemenpora Mulyana dan disahkan Imam. Namun, pada tahun anggaran 2018, KONI justru mendapat anggaran hingga Rp47 miliar untuk dua paket kegiatan. Imam mengaku tidak tahu terkait hal tersebut.

Menjawab pertanyaan jaksa tersebut, Imam mengatakan hal tersebut merupakan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan unit di bawahnya. Dia pun mengaku tak tahu menahu soal anggaran tersebut dan pencairannya hingga terjadinya OTT KPK.

Selanjutnya pada 26 Juli 2019, Sekretaris Menpora Gator S Dewa Broto turut dipanggil KPK. Gatot memenuhi panggilan itu dan memberikan keterangan mengenai pengembangan perkara suap dana hibah KONI.

Berselang sepekan atau pada 1 Agustus 2019, mantan pebulutangkis Indonesia Taufik Hidayat diperiksa KPK diduga terkait dugaan suap dana hibah KONI. Dia diperiksa selama empat setengah jam. Taufik dicecar sembilan pertanyaan. Selain terkait tupoksi dia sebagai Stafsus Menpora, Taufik mengaku juga ditanya mengenai tupoksi Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Lantas pada Kamis (12/9) lalu, satu pejabat dan dua staf Kemenpora divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor. Eks Deputi IV bidang peningkatan prestasi olahraga di Kemenpora Mulyana divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara serta pidana denda Rp200 juta subsider kurungan 2 bulan penjara.

Selain Mulyana, hakim memvonis staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanto dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya terbukti menerima suap dari Ending.

Pada hari yang sama, KPK menahan Asisten Pribadi Menpora, Miftahul Ulum. Dia ditahan selama 20 hari pertama di rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK. Penahanan dilakukan tanpa adanya pengumuman tersangka dari lembaga antirasuah.

Sebelumnya atau pada sidang lanjutan terdakwa kasus suap KONI, Miftahul mengaku pernah meminta ‘uang kopi’ sebesar Rp2 juta kepada Ending.

Dalam konferensi pers kasus tersebut hari ini, selain Imam KPK juga menetapkan asisten pribadi sang menpora, Miftahul Ulum sebagai tersangka. (*)

Tinggalkan Balasan