Ibu Kota Pindah, Bekas Gedung Parlemen Senayan Diusulkan Jadi Mall Reformasi

JAKARTA-Pakar ekonomi Anthony Budiawan menyarankan gedung parlemen di Senayan, Jakarta, nantinya dijadikan mall reformasi. Saran ini disampaikannya di hadapan eks Ketua MPR Prof Amien Rais dalam seminar “Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/.9).

Forum itu dibuka Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan dihadiri budayawan Ridwan Saidi, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, Direktur Indef Tauhid Ahmad, serta Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institut Hendrajit. Amien sendiri menjadi keynote speech-nya.

Mulanya, Anthony dalam kapasitas pakar ekonomi menyoal sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk membangun ibu kota negara yang baru. Pemerintah, katanya, tidak punya banyak dana. Maka, disulaplah kebutuhan biaya sebesar Rp 486 triliun dari tiga sumber.

“Sumbernya dari mana? Katanya tiga, APBN, APBN-nya pun bohong-bohongan, karena yang dimaksud dengan APBN adalah pemasukan dari kerja sama pengelolaan aset yang ada di Jakarta. Jadi gedung MPR akan dikelolalan. Mungkin disulap menjadi mall. Kalau jadi mall, saya usulkan namanya jadi mall reformasi, Pak Amien,” ucap Anthony, disambut tawa peserta seminar.

Bila melihat perencanaan pemerintah, maka akan banyak sekali aset negara di Jakarta akan dikelola pihak swasta. Hasilnya masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak atau PNBP dengan potensi Rp 150 triliun. Nah, sekitar Rp 93,5 triliun (19,2 persen) akan digunakan untuk pembangunan ibu kota baru.

Sumber kedua adalah dari kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU). Dulu, skema ini dikenal dengan public private partnership. “Itu paling besar, 54,6 persen atau setara dengan Rp 265,2 triliun. Ketiga adalah swasta dan BUMN, itu sebesar 26,2 petrsen atau Rp 127,3 triliun.

Dana yang bersumber dari APBN akan digunakan untuk pengadaan lahan, infrastruktur pelayanan dasar, istana negara hingga pertahanan. Sementara anggaran swasta dan BUMN untuk perumahan umum, pembangunan perguruan tinggi, bandara, pelabuhan dan lainnya.

Secara khusus, Anthony yang pernah bergabung dalam tim ekonomi Pasang Capres – Cawapres Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, menyoroti biaya yang bersumber dari KPBU, untuk membangun gedung eksekutif, gedung legislatif, gedung yudikatif.

“Ini semuanya dengan diswastakan, diprivatisasi. Jadi mereka itu meminta swasta, badan usaha, yang saya perkirakan lebih banyak badan usaha asing yang akan membangun itu. Termasuk dengan sarana pendidikan dan kesehatan, museum, sarana prasarana penunjang,” jelas Anthony.

Dia lantas menyitir Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang KPBU dalam menyediakan infrastruktur., Pada huruf d, mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima. Itu sama halnya dengan jalan tol.

“Artinya semua pelayanan itu akan dikenakan biaya. Akan dikenakan tarif. Ini benar-benar akan terjadi privatisasi besar-besaran di ibu kota negara baru dan komersialisasi dari infrastruktur,” tambahnya.(fat/jpnn)

Tinggalkan Balasan